BAB I
PENDAHULUAN
A.
PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN
Yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an (‘Ulum Al-Qur’an) adalah ilmu-ilmu yang
membahas segala sesuatu tentang Al-Qur’an, mulai dari pengertian Al-Qur’an,
pengertian wahyu, sejarah turunnya Al-Qur’an, sejarah pengumpulan Al-Qur’an,
makkiyah dan madaniyah, latar belakang turunnya ayat atau kelompok ayat
tertentu, kisah-kisah dalam Al-Qur’an, mukjiazat Al-Qur’an dan lain sebagainya
sampai kepada pembahasan tentang tafsir Al-Qur’an.
·
Muhammad
‘Abd al-Azhim as-Zarqani
Jika ditinjau dari segi bahasa semata, maka semua ilmu yang
berkaitan dengan Al-Qur’an dapat disebut sebagai Ulumul Qur’an. Tetapi di dalam
sejarah ilmu ini, ilmu-ilmu yang sekali pun berasal dari kajian tentang
Al-Qur’an, tetapi sudah menjadi ilmu sendiri tidak dimasukkan dalam kategori
Ulumul Qur’an. Misalnya ilmu fiqh dan ushul fiqh, sekalipuun pada awalnya ilmu
itu lahir dari kajian terhadap ayat-ayat tentang masalah hukum dalam Al-Qur’an,
tetapi karena sudah berkembang sedemikian rupa dan sudah menjadi ilmu sendiri,
maka kedua ilmu tersebut tidak dimasukkan dalam kajian Ulumul Qur’an.
B.
RUANG LINGKUP ULUMUL QUR’AN
Ruang lingkup Ulumul Qur'an adalah segala
pembahasan mengenai Al-Qur'an baik langsung maupun tidak langsung. Dalam buku
ini, ruang lingkup Ulumul Qur'an dapat terlihat dalam daftar isi sebelumnya.
Mula-mula dibahas tentang pengertian Al-Qur'an, baik secara etimologis maupun
terminologis, termasuk di dalamnya tentang wahyu. Kemudian dibahas tentang
bagaimana cara Al-Qur'an turun dari Allah SWT ke Lauh Mahfuzh, dari Lauh
Mahfuzh ke Baitul 'Izzah di langit dunia, dan dari Baitul 'Izzah kepada Nabi
Muhammad SAW. Setelah itu dibahas tentang makkiyah dan madaniyah, apa yang
menjadi ukuran satu surat atau ayat dikelompokkan menjadi makkiyah dan madaniyah,
apakah tempat turunnya, waktu turunnya atau sasaran kepada siapa pesan-pesan
Al-Qur'an disampaikan.
C.
PEMBUKUAN DAN PEMBAKUAN ULMUL QUR’AN
Rasulullah SAW dan para sahabat tentu lebih tahu
tentang Al-Qur'an dan Ulumul Qur'an dibandingkan dengan para ulama mana pun
yang datang kemudian. Akan tetapi pengetahuan mereka belum lagi tersusun dalam
bentuk disiplin ilmu seperti yang dikenal belakangan dan belum ditulis dalam
buku sendiri karena mereka belum memerlukannya.
D.
KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN ULUMUL QUR’AN
Apakah Ulumul Qur'an masih mungkin dikembangkan?
Misalnya kita ambil contoh kasus asbabun nuzul. Tidak ada cara untuk mengetahui
asbabun nuzul kecuali melalui riwayat yang sahih dari Nabi dan para sahabat
yang menyaksikan turunnya ayat-ayat Al-Qur'an dan mengetahui peristiwa yang
terjadi atau pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Muhammad SAW yang
melatarbelakangi turunnya ayat tersebut. Al-Wahidi menyatakan: "Tidak
boleh berpendapat mengenai asbabun nuzul kecuali dengan berdasarkan kepada
riwayat atau mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya,
mengetahui sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertiannya serta
bersungguh-sugguh dalam mencarinya".
BAB II
AL-QUR’AN
DAN WAHYU
A.
PENGERTIAN AL-QUR’AN
Secara etimologis Al-Qur’an adalah mashdar (infinitif) dari qara—yaqra-u—qira-atan-qur’a-nan yang
berarti bacaan.
Disamping dalam pengertian mashdar dengan pengertian bacaan atau
cara membacanya. Qur’an juga dapat dipahami dalam pengertioan maf’ul, dengan penngertian yang dibaca (maqru’). Dalam hal ini apa yang dibaca (maqru) diberi nama bacaan (qur’an) atau penamaan maf’ul dengan mashdar.
1.
Al-Qur’an
Dinamai Al-Qur'an, karena kitab suci terakhir yang diturunkan
Allah SWT ini berfungsi sebagai bacaan sesuai dengan arti kata Qur'an itu
sendiri sebagaimana yang sudah dijelaskan pada bagian awal bab ini.
2.
Al-Kitab
Al-Kitab secara bahasa berarti al-jam'u (mengumpulkan).
Menurut as-Suyuthi, dinamai Al-Kitab karena Al-Qur'an mengumpulkan berbaga
macam ilmu, kisah dan berita. Menurut Muhammad Abdullah Draz,
sebagaimana dikutip Manna' al-Qathan, Al-Qur'an di samping dipelihara melalui
lisan, juga dipelihara dengan tulisan.
3.
Al-Furqan
Al-Furqan mashdar dari asal
kata faraqa, dallam wazan fu’lan, mengambil bentuk shifat musyabahah dengan arti yang
sangat memisahkan”. Dinamai demikian karena Al-Qur’an memisahkan dengan tegas
antara haq dan batil, antara benar dan salah dan antara baik dan buru\k.
4.
Adz-Dzikir
Adz-Dzikr artinya ingat,
menngingatkan. Dinamai Adz-Dzkir karena di dalam kitab suci ini terdapat
pelajaran dan nasehat dan kisah umat masa yang lalu. Adz. Dzikr juga berarti asy-syaraf (kemuliaan) sebagaimana
terdapat dalam firman Allah :
“Dan sesungguhynya Al-Qur’an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan
besar bagimu dan bagi kaummu dan kellak kamu akan dimintai pertanggung jawaban”
(Qs. Az-Zukhruf 43:44)
5.
At-Tanzil
At-Tanzil artinya yang
benar-benar diturunkan. Dinamai demikian karena Al-Qur’an adalah kitab suci
yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Kbi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril.
Di antara sifat=-sifat Al-Qur’an yang disebutkan dalam beberapa ayat
adalah sebagai berikut.
1.
Nur
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari
Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya
yang terang benderang (Al-Qur’an”.
2.
Mau’izhah,
Syifa’ Hudan dan Rahmah
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Q.S. Yunus
11:57)
3.
Mubin
"... Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan
kitab yang menerangkan." (Q.S. Al-Maidah 5:15)
4.
Mubarak
"Dan ini
(Al-Qur'an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan
Kitab-Kitab yang (diturunkan) sebelumnya..." (Q.S. Al-An'am 6: 92)
5.
Basyir dan
Nadzir
"Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni
bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang
mengetahui. Yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling, tidak
mau mendengarkan." (Q.S. Fushilat 41: 3-4)
6.
Majid
"Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al
Quran yang mulia. (Q.S. Al-Buriij 85:21)
B.
PENGERTIAN
WAHYU
Kata wahyu adalah bentuk mashdar (infinitif) dari
auha-yuhi-ioahyan dengan dua pengertian pokok yaitu al-khafd' (tersembunyi)
dan as-sur'ah (cepat). Oleh sebab itu, secaraetimologis wahyu
didefinisikan sebagai:
"Pemberitahnan
secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui oleh yang lainnya"
C.
PENGGUNAAN
ISTILAH WAHYU DALAM AL-QUR'AN
Istilah wahyu di dalam Al-Qur'an tidak hanya
digunakan dalam pengertian firman Allah SWT yang diturunkan kepada
nabi-nabi-Nya, tetapi juga digunakan dalam pengertian lain yang beragama.
Berikut ini beberapa ayat Al-Qur'an yang menggunakan istilah wahyu dalam
pengertian lain tersebut:
1. Al-Ilham al-fithri li al-insan
"Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah
dia, dan apabila kamu khaivatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia
ke sungai (Nil). dan janganlah kamu
khaivatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para
rasul." (Q.S. Al-Qashash 28:7)
Wahyu dalam ayat di atas berarti ilham yang diberikan
Allah SWT kepada ibu Musa untuk menyusukan bayinya yang dihanyutkan ke sungai
Nil dalam rangka menyelamatkannya dari pembunuhan semua bayi laki-laki Bani
Israil sebagaimana yang diperintahkan Fir'aun.
2. Al-Ilham al-gharizi li al-hayawdn
"Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah
sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin
manusia", (Q.S. An-Nahl 16:68)
Wahyu dalam ayat di atas berarti instink yang
diberikan oleh Allah SWT kepada lebah untuk membuat sarang di bukit,
pohon-pohon kayu dan tempat-tempat yang dibikin manusia.
3.
Al-Isydrah
as-sari'ah
"Maka
ia keluar dari mihrab menuju
kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada
mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang." (Q.S.
Maryam 19:11)
Wahyu dalam ayat di atas berarti isyarat fisik
yang diberikan oleh Zakariya kepada umatnya untuk bertasbih di waktu pagi dan
petang. Ayat ini bercerita tentang Nabi Zakariya yang berpuasa bicara tiga hari
tiga malam sebagai tanda isterinya akan hamil dan kemudian melahirkan Yahya.
4.
Waswasatu
asy-Syaithdn
"Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang
yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu
membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu
menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik." (Q.S.
Al-An'am 6:121)
Wahyu dalam ayat di atas berarti bisikan sesama
syaitan untuk membantah orang-orang yang beriman.
5.
Ma yulqihillahu
ila malaikatihi min amrin liyafaluhu
"(ingatlah), ketika
Tuhanmu mewahynkan kepada para Malaikat: "Sesungguhnya
Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman.
Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke
dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari
mereka." (Q.S. Al-Anfal 8:12)
Wahyu dalam ayat di atas berarti perintah Allah SWT
kepada para malaikat untuk meneguhkan hati orang-orang yang beriman (dalam
Perang Badar) dan memasukkan rasa takut ke dalam hati musuh-musuh mereka kaum
musyrikin Makkah.
D.
CARA
TURUNNYA WAHYU KEPADA PARA NABI
Di dalam Surat As-Syura ayat 51 dijelaskan bagaimana Allah
menurunkan wahyunya kepada seseorang. Allah SWT berfirman:
"Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahiva
Allah berkata-kata dengan dia kecuali
dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dcngan mengutus seorang utusan (malaikat) lain
diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana." (Q.
S. Asy-Syura 42:51)
Yang dimaksud dengan perantaraan wahyu dalam ayat di atas
adalah melalui mimpi atau ilham. Sedangkan yang dimaksud dengan di belakang
tabir ialah seorang dapat mendengar kalamllahi akan tetapi dia tidak dapat
melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Musa AS. Rasul yang dimaksud dalam
ayat di atas adalah Malaikat seperti Malaikat Jibril AS.
1. Melalui Mimpi Yang Benar
Wahyu dengan cara
disampaikkan langsung ke3pada para nabi tanpa perantara Malaikat. Contohnya
adalah mimpi Nabi Ibrahim AS agar menyembelih puteranya Isma’il.
2. Dari Balik Tabir
Wahyu dengan cara ini juga
disampaikan secara langsung kepada para nabi tana perantara Malaikat. Nabi yang
menerima wahyu dapat mendengaer kalam Illahi akan tetapi dia tidak dapat
melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Musa AS.
3. Melalui Perantara Malaikat
Ada dua cara Malaikat Jibril
datang menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW;
a.
Datang kepada Nabi suara
seperti dencingan lonnceng dan suara yang amat kuat yang mempengaruhi
faktor-faktor kesadaran, sehingga Nabi dengan segala kekuatannya siap menerima
pengaruh itu.
b.
Malaikat menjelma menjadi
seorang laki-laki lalu datang menyampaikan wahyu kepada Nabi.
BAB II
NUZUL AL-QUR’AN
A.
PENGERTIAN
NUZUL AL-QUR’AN
Dalam arti lain
adalah
(meluncurnya
sesuatu dari atas ke bawah), seperti
dalam kalimat
(Fulan turun dari
gunung). Dalam bentuk muta'addi
(menurunkan)
berar
(mendorong sesuatu dari atas ke bawah),
seperti dalam firman Allah SWT
(dan Dia menurunkan air
(hujan) dari langit) Q.S. Al-Baqarah
2:22).
B.
CARA
DAN FASE NUZUL AL-QUR’AN
1.
Nuzul Al-Qur’an ke Lauh
Mahfuzh
Kapan dan bagaimana caranya Al-Qur'an diturunkan ke Lauh
Mahfuzh adalah masalah ghaib-hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Yang jelas,
kata Sayyid Quthub, keberadaan Al-Qur'an di Lauh Mahfuzh menunjukkan bahwa
Al-Qur'an terpelihara, dan akan selalu menjadi rujukan akhir, yang mencakup segala
persoalan, dan kepadanyalah dikembalikan semua perkataan.
Menurut az-Zarqani Al-Qur'an diturunkan ke Lauh Mahfuzh
sekaligus, tidak bertahap seperti tatkala diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Argumen az-Zarqani: Pertama, teks ayat sendiri menunjukkan hal itu. Kedua,
tidak ada alasan Al-Qur'an harus diturunkan bertahap pada fase ini, karena
hikmah diturunnya Al-Qur'an secara bertahap tidak akan terwujud dan juga tidak
diperlukan.
2.
Nuzul Al-Qur’an ke Bait
Al-Izzah fi as Sama’ ad-Dunya
Tiga ayat di atas menjelaskan bahwa Al-Qur'an diturunkan pada
satu malam yang diberkahi, yaitu malam kemuliaan (lailatul qadr) dan malam itu
adalah salah satu dari malam-malam Ramadhan. Menurut az-Zarqani yang dimaksud
dengan turunnya Al-Qur'an dalam tiga ayat di atas bukanlah turunnya kepada Nabi
Muhammad SAW, tetapi turun yang lain, karena sebagaimana diketahui, Al-Qur'an
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur dua puluh dua tahun
lebih, bukan hanya satu malam saja. Beberapa riwayat yang sahih dari Ibn Abbas
menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah turunnya Al-Qur'an dari Lauh Mahfuzh ke
Bait al-'Izzah di Langit Dunia.
Beberapa riwayat yang dimaksud oleh Az-Zarqani tersebut
antara lain adalah sebagai berikut.
a. Riwayat Hakim
b. Riwayat Nasa’i, Hakim dan Baihaqi
c. Riwayat Hakim, Baihaqi dll
Ketiga riwayat Hakim, Nasa'i dan Baihaqi di atas yang menyatakan bahwa Al-Qur'an diturunkan
sekaligus ke Baitul 'Izzah fi as-Sama" ad-Dunya pada malam
qadar-semuanya bersumber dari Ibn 'Abbas, bukan dari Rasulullah SAW. Artinya
dari segi sanad riwayatnya berstatus mauquf, bukan marfu'. Akan
tetapi karena menyangkut masalah ghaib, di mana Ibn Abbas tidak mungkin dapat
mengetahuinya sendiri tanpa pemberitahuan dari Nabi Muhammad SAW, maka riwayat
tersebut sekalipun mauquf dia bernilai marfu'.
3.
Nuzul Al-Qur'an kepada Nabi
Muhammad SAW
Dari Bait
al'Izzah di Langit Dunia, kemudian Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW pertama kali pada malam Qadar, malam yang diberkati, yaitu pada salah
saru malam bulan Ramadhan. Setelah itu Al-Qur'an diturunkan secara
bersangsur-angsur selama lebih kurang 23 tahun.
C.
ARGUMEN
DAN HIKMAH NUZUL AL-QUR’AN SECARA BERTAHAP
Kitab suci Al-Qur'an diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur dalam dua priode, Makkah dan
Madinah. Priode Makkah dimulai pada malam 17 Ramadhan tahun 41 dari Milad Nabi
sampai dengan 1 Rabi' al-Awwal tahun 54 dari Milad Nabi (12 tahun 5 bulan 13
hari). Sedangkan priode Madinah dimulai tanggal 1 Rabi' al-Awwal tahun 54
sampai dengan 9 Dzulhijjah tahun 63 dari Milad Nabi, atau bertepatan dengan
tahunn ke-10 dari Hijrah (9 tahun 9 bulan 9 hari). Jadi total lama kedua
periode tersebut adalah 22 tahun 2 b ulan dan 22 hari.
Ringkasnya hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur
adalah sebagai berikut :
1.
Untuk menguatkan jhati Nabi
Muuhammad SAW dalam menerima dan menyampaikann kalam Allah kepada umat manusia.
Dan juga dengan seringnya Nabi menerima wahyu, hati Nabi semakin kuat
menghadapi celaan dan tantangan orang-orang kafir.
2.
Merupaan mukjizat bagi Nabi
untuk menjawab dan mematahkan tantangan orang-orang kafir.
3.
Memuudahkan Nabi untuk
membacakannya kepada umat, menjelaskan dan memberikan contoh-contoh
pelaksanaannya.
4.
Memudahkan umat pada masa
itu untuk menghafal, mencatat, dan memahami Al-Qur’an.
5.
Memberikan pengaruhnya yang
besar dalam proses dakwah Islam dan pembentukan umat.
6.
Merupakan bkti yang pasti
bahwa Al-QUR’AN AL-Karim diturunkan dari sisi Yang Maha Bijaksana dan Maha
Terpuji.
BAB IV
MAKKIYAH DAN
MADANIYAH
A.
PENGERTIAN
MAKKIYAH DAN MADANIAYH
1.
Berdasarkqan masa turunnya (‘itibar zaman an-nuzul). Yang diturunkan
sebelum Hijrah dari Makkah ke Madinah disebut Makkiyah walaupun turunnya bukan
di Makkah dan sekitarnya, yang diturunkan sesudah Hijrah dinamain Madaniayh
wqalaupun turunnya buukan di Madinah dan sekitarnya.
2.
Berdasarkan tempat turunnya
(‘itibar makann an-nuzul). Yang
diturunkan di Makkah dan sekitarjnya (seperti Mina, Arafah dan HudaIBIYAH)
DISEBUT Makkiyah dan yang diturunkan di Madinah dan sekitarnya (sepertu Uhud,,
Quba dan Sal’) dinamai Madaniayh.
3.
Berdasarkakn sasaran
pembicaraan (‘itibar zaman al-mukhathab).
Yang ditujukan untuk penduduk Makkah
dinamai Makkiyah dan yang ditujukan kepada pendudukan Madinah disebt Madaniyah.
B.
METODE
MENGETAHUI MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Ada dua cara untuk mengetahui Makkiyah dan Madaniyah :
1.
Al-manhaj
as-simai’i an-naqli. Melalui riwayat dari para sahabat yang menyaksikan turunnya
wahyu dan juga dari tabi’in yang mengetahuinya dari para sahabat
2.
Al-manhaj
al-qiyasi al-ijtihadi. Berdasarkan karakteristik surat atau ayat-ayat
Makkiyah dan Madaniyah.
Metode pertama nntuk
mengetahui Makkiyah dan Madaniyah adalah melallui riwayat yang sahih dari para
sahabat yang menyaksikan turunya wahhyu dan juga dari tabi’in yang
mengetahuinya dari sahabat. Metode ini disebut al- manhaj as-simai’i an-naqli
yang secara harfiah berarti metode pendengaran dan periwayatan.
Metode yang kedua Al-manhaj
as-simai’i an-naqli. Cara kerja metode ini adalah dengan mempelajari karakteristik
surat-surat dan ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah yang sudah diketahui melalui
riwayat-riwayat yang dapat diterima.
C.
RIWAYAT
SURAT-SURAT MAKKIYAH
Setelah mempelajari surat dan ayat-ayat Makkiyah,
para ulama merumuskan kriterianya sebagai berikut:
1.
Setiap surat
yang di dalamnya ada ayat sajadah
2.
Setiap surat
yang di dalamnya ada lafazh Kalld (33x dalam 15 Surat)
3.
Setiap surat
yang di dalamnya ada ayat Yd Ayyuhannds, dan tidak ada Yd
Ayyuhalladzina dmanu (kecuali Surat Al-Hajj)
4.
Setiap surat
yang di dalamnya ada kisah para Nabi dan umat-umat sebelumnya (kecuali Surat
Al-Baqarah)
5.
Setiap surat
yang di dalamnya ada kisah Nabi Adam dan Iblis (kecuali Surat Al-Baqarah)
6.
Setiap surat
yang dibuka dengan huruf hijaiyah seperti Alif-lam-mim; Alif-lam-ra; Ha-mim dan
semacamnya (kecuali Surat Al-Baqarah dan AH 'Imran)
7.
Surat-surat yang
ayatnya pendek-pendek, bersajak, i'jdz al-'ibdrah dan padat isinya.
8.
Surat-surat yang
berisi ajaran tentang aqidah (tauhid, menyembah Allah SWT semata, risalah Nabi
Muhammad SAW, Hari Akhir, mujadalah kaum musyirikin dengan dalil-dalil akal dan
ayat-ayat kauniyah)
9.
Surat-surat yang
berisi peletakan dasar-dasar tasyri' dan keutamaan akhlaq mulia, celaan
terhadap kejahatan kaum musyrikin seperti penumpahan darah, memakan harta anak
yatim secara aniaya, membunuh anak-anak perempuan dlsb.
D.
KRITERIA
SURAT-SURAT MADANIYAH
1.
Setiap surat
yang di dalamnya ada ayat Yd Ayyuhalladzina amcmu.
2.
Setiap surat
yang di dalamnya ada faridhah (kewajiban) dan sanksi idana
3.
Setiap surat
yang di dalamnya disebut tentang kaum munafikin (kecuali Surat Al-'Ankabut);
mengungkap tentang prilaku mereka, membuka rahasia-rahasia mereka, dan
menjelaskan bahaya kaum munafikin terhadap umat Islam.
4. Setiap surat yang di dalamnya ada Mujddalah AM
al-Kitab (Yahudi dan Nasrani), seruan terhadap mereka untuk masuk Islam,
mengungkap pemalsuan al-kitab dlsb. Setiap surat yang di dalamnya ada ajaran
tentang ibadah, mu'amalah, pidana, aturan berkeluarga, warisan, keutamaan
jihad, hubungan sosial kemasyarakatan, hubungan antar negara dalam damai dan
perang, kaedah-kaedah hukum dan persoalan tasyri'.
5. Setiap surat yang ayatnya panjang-panjang, dan bergaya prosa
liris.
E.
HAL-HAL
KHUSUS MENGENAI MAKKIYAH DAN MADANIYAH
1.
Ayat Makkiyah dalam Surat
Madaniyah
2.
Ayat Madaniyah dalam Surat
Makkiyah
3.
Ayat yang diturunkan di
Makkkah sedang hukumnya Madaniyah.
4.
Ayat yang diturunkan di
Madaniha sedangg hukumnya Makkiyah.
5.
Ayath Madaniyah yang mirip
dengan ayat Makkiyah.
6.
Ayat Makkiyah yang mirip
dengan ayat Madaniyah.
7.
Ayat yang dibawah dari
Makkah ke Madinah.
8.
Ayat yang dibawa dari
Madinah ke Makkah.
BAB V
YANG PERTAMA DAN
TERAKHIR DITURUNKAN
A.
PENGERTIAN
YANG PERTAMA DI TERAKHIR DITURUNKAN
Yang dimaksud dengan yang pertama dan terakhir diturunkan ada
dua macam:
1. Ayat atau kelompok ayat yang pertama dan terakhir sekali
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Bagian ini disebut yang pertama dan
terakhir diturunkan secara mutlak
2.
Ayat atau
kelompok ayat yang pertama dan terakhir sekali diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW dalam tema-tema tertentu, misalnya yang pertama dan terakhir diturunkan
mengenai makanan, minuman, perang, dlsb.Bagian ini disebut yang pertama dan
terakhir diturunkan dalam tema-tema tertentu.
B.
YANG
PERTAMA DITURUNKAN SECARA MUTLAK
Ada empat
pendapat ulama tentang yang pertama diturunkan secara mutlak.
1.
Yang pertama kali diturunkan
adalah Surat Al’Alaq ayat 1-5.
2.
Yang pertama kali diturunkan
adalah Surat Al-Mudatsir 74:1-5.
3.
Yang pertama kali diturunkan
adalah Surat Al-Fatihah.
4.
Yang pertama kali diturunkan
adalah Bismillahirrahmanirrahim.
C.
YANG
TERAKHIR DITURUNKAN SECARA MUTLAK
Para ulama berbeda pendapat tentang
ayat yang terakhir diturunkan secara mutlak. Masing-masing pendapat berdasarkan
kepada atsar dari sahabat dan tidak
satupun pendapatyang berdasarkan hadits marfu’.
Berikut ini adalah beberapa di antaranya :
1.
Yang terakhor diturunkan
adalah Surat Al-Baqarah 278.
2.
Yang terakhor diturunkan
adalah Surat Al-Baqarah 281.
3.
Yang terakhor diturunkan
adalah Surat Al-Baqarah 282
4.
Yang terakhor diturunkan
adalah Surat Al ‘Imran 195.
5.
Yang terakhor diturunkan
adalah Surat An=-Nisa’ 93.
6.
Yang terakhor diturunkan
adalah Surat An-Nisa’ 176.
7.
Yang terakhor diturunkan
adalah Surat Al-Maidah 3.
8.
Yang terakhor diturunkan adalah
Surat Al-Taubah 128-129.
9.
Yang terakhor diturunkan
adalah Surat Al-Kahfi 110.
10. Yang terakhor diturunkan adalah Surat Aln-Nashr.
D.
YANG
PERTAMA DAN TERAKKHIR DITURUNKAN DALAM TEMA-TEMA TERTENTU
Di samping tentang yang pertama dan
terakhir dituurunkan secara mutlak,, para ulama juga meneliti yang pertama dan
terakhir diturunkan dalam tema-tema tertentu. Berikut ini beberapa contoh di
antaranya:
1.
Tentang makanan
Yang pertama kali diturunkan tentang makannan adalah
Surat Al-An’am 145. Diturunkan di Makkah.
2.
Tentang Khamar
Yang pertama diturunkan mengenai khamar adalah Surat
Al-Baqarah ayat 219. Diturunkan di Madinah.
3.
Tentang Perang
Yang pertama diturunkan mengenai perangg adalah Surat
Al-Hajj ayat 39.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar